“Xixi..
ayo.. cepat!” Kak Cici meneriaki Xixi yang masih berdiri terpekur. Menatap pajangan
sepatu putih berenda pink yang di pajang di belakang kaca bening di toko Makmur
itu.
“kakak
beliin sepatu itu dulu... ayo..” rajuk Xixi
pada kakaknya. Belakangan ini, sejak Cici mengajaknya pulang melewti toko
Makmur, Xixi selalu merajuk kepada Cici. Meminta Cici untuk membelikan sepatu
itu untuknya. Lantas hanya berdiri terpakur di depan akaca toko kalau Cici
melarangnya. Setiap hari begitu. Saat Cici mengajaknya untuk melewati rute
lain, Xixi langsung berlari mendahului, langsung berdiri terpekur menatap
sepatu itu lamat-lamat. Cici hanya bisa menghela nafas, pelan-pelan mengajak
Xixi pulang.
Hari
ini Cici kalah. Ia hanya bisa duduk menunggui Xixi yang masih berdiri menatap
takzim ke arah sepatu itu. “Xixi.. ayo, mama pasti sudah menunggu di rumah”
sekali lagi Cici berteriak membujuk Xixi. “Tidak mau...!” teriak Xixi
membantah. Penjaga toko makmur hanya bisa melihat bingung, geleng-geleng
kepala. Mungkin sebagian karyawan merasa iba. Namun apa daya, penghasilan per
bulan mereka bekerja di toko ini saja hanya bisa memenuhi selama setengah
bulan. Sisanya mereka mencari sampingan.
Jarum
di jam dinding toko sudah menunjukkan pukul satu siang. Matahari sedang
ganas-ganasnya membakar ubun-ubun. Tapi Xixi masih saja bertahan. “Xixi.. ayo
kita pulang, kakak janji, nanti kalau dagangan ibu laku, kita beli sepatu
itu..” akhirnya Cici terpaksa membual. “Benarkah?” Xixi langsung menoleh dengan
tatapan gembira. Senang akan dibelikan sepatu baru. Ia langsung berlari
menghampiri Cici yang terduduk di trotoar jalan. Buru-buru mengajak Cici
pulang.
Esoknya,
setelah pulag sekolah, Xixi tidak berdiri terpekur menatap sepatu itu. Ia malah
yang buru-buru mengajak Kak Cici pulang. Sesampainya di rumah, Xixi langsung
menghampiri mama di dapur. Membantu mama yang membuat kue untuk dijual. Xixi
dengan sigap menggulung-gulung adonan, lantas menceburkannya ke didihan minyak
di penggorengan. “Sreng...” bunyi adonan pisang yang tercebur ke didihan minyak
itu terdengar renyah. “Pasti rasanya juga renyah, siapa dulu dong buatan
Xixi..” Xixi berkata bangga.
Setelah
semuanya di siapkan di atas dandang. Xixi dan ibu langsung pergi berkeliling
menjajakan Pisang goreng. Cici bertugas menjaga rumah. “Pisang goreng enak..
pisang goreng enak..” suara Xixi terdengar beremangat diikuti suara derap
langkahnya yang berenergik.
Belum
setengah jam, dangangan Xixi dan Mama sudah ludes setengahnya. Tinggal tersisa
setengah. Dan kini, dandang pisang goreng Xixi dan Mama sudah dikerubuti oleh
anak-anak tk. Habis seperempatnya. Berarti tinggal sedikit. Saat jalan pulang
melewati rute seperti biasa. Ada om-om berwajah tegas menghampiri dan membeli
sisa dagangan mereka. Semuanya ludes, habis. Dan benar saja, saat melewati toko
Makmur. Xixi merajuk kepada Mama untuk membeli sepatu putih berenda pink itu.
Mama
tidak liai membujuk seperti Kak Cici. Jadi saja Mama harus menunggu di trotoar
jalan. Menunggui Xixi yang berdiri dengan mata berkaca-kaca. Hampir menangis.
Mama menolak untuk membelikan sepatu itu. Uang hasil jualan hari ini untuk
membeli buku pelajaran Xixi saja, kan sepatu Xixi masih bagus. Ujar Mamam
sewaktu membujuk Xixi. Namun, keras kepalanya tidak berubah. Xixi masih saja merajuk.
Jadi, Mama membiarkan Xixi berdiri di depan kaca bening itu.
Tiba-tiba,
seseorang menepuk bahu Mama. “Ibu yang tadi jualan pisang kan?” seseorang itu
bertanya. Mama mengangguk. “Ibu kenapa duduk disini? Lalu kenapa anak ibu
menangis disana?” ia bertanya lagi. Ibu hanya menunduk, lantas berkata lirih
“Belakangan ini, dia merajuk ingin membeli sepatu yang terpajang disana.
Rupanya kakaknya membujuk di kemarin, kalau dagangan Mama laku, nanti dibeliin.
Jadi saja, ia merajuk hari ini”. Seseorang itu hanya mengangguk prihatin. Lalu
mendekat ke Xixi. “Kamu mau membeli itu ya?” ujar seseorang itu sambil tangan
kanannya menunjuk sepatu itu, dan tangan kirinya mengusap-usap rambut Xixi.
Xixi hanya mengangguk. Tetes air mata pertamanya jatuh.
Tiba-tiba,
seseorang itu mengajak Xixi masuk ke dalam. Mama yang melihat dari luar hanya
bisa menduga-duga kebingungan.
Tak
beberapa lama kemudian, mereka berdua keluar dari toko Makmur. Muka Xixi
terlihat senang. Dia memegang plastik berisi sesuatu. Yang pasti, bukan plastik
berisi pisang goreng.
“Mama..
aku dibelikan sepatu putih itu sama Om ini” teriak Xixi sambil tersenyum
menunjuk kepada seseorang itu. Seseorang itu hanya mengangguk tersenyum. Mama
yang masih dengan perasaan bingung bercampur senang menghampiri seseorang itu.
Hampir-hampir memeluknya. Tapi seseorang itu menolaknya, ia hanya bersalaman
dengan Mama, ia mencium tangan Mama.
Xixi
masih senang dengan bungkusan sepatu barunya yang mungkin akan dipakainya
besok. Mama tidak berhenti berterimakasih kepada seseorang itu. “Tidak apa-apa
bu, anak yang rajin seperti Xixi harus diberi hadiah” ujar seseorang itu ramah.
Xixi hanya mengangguk kegirangan karena dibela. Mama lagi-lagi tidak berhenti
berterimakasih. Orang-orang disekitar memperhatikan dengan bingung. Satu-dua
cuek-cuek saja.
Akhirnya
terimakasih terkahir diucapkan Mama kepada seseorang itu. Karena seseorang itu
bilang, dia harus pergi, ada tugas lain yang menunggunya. Xixi mencium tangan
seseorang itu. Dan seseorang itu mencium tangan Mama dengan sopan. Dan
akhirnya, seseorang itu menghilang di kelokan jalan.
Xixi
dan Mama pulang dengan perasaan tenang dan bahagia. Mama pulang dengan segepok
uang ditangannya hasil jualan tadi, dan Xixi pulang dengan bungkusan sepatu
putih berenda pink yang di impi-impikannya sejak lama.
--TAMAT--
Karya Alfa Yuditya N.
Ih suka! 👏
BalasHapus