Jumat, 21 September 2012

Cerpen : Andra dan Andre (Bagian-2)


Sambungan dari bagian ke-1
Karya Alfa Yuditya Nugraha

Namun Andra dan Andre mempunyai cita-cita lain. Andra bercita-cita menjadi Polisi, Tentara, atau apalah, pokoknya yang berkaitan dengan kemiliteran. Sedangkan Andre mempunyai cita-cita menjadi seorang seniman. Ia membuat berbagai karya, Puisi, Lagu, lukisan. Sebenarnya mereka berdua tidak suka disuruh-suruh belajar matematika yang rajin. Walaupun keduanya sudah mahir dalam urusan hitung menghitung, namun mereka tetap menghargai dan menghormati Ayah mereka. Mereka tetap menurut jika disuruh belajar matematika. Pernah suatu ketika, mereka berdua disuruh menghitung contoh buku tabungan sederhana.
“Pusing!” ujar keduanya. Pak Boni tertawa kecil, “mungkin kalian berdua belum waktunya untuk menjadi seorang pegawai bank seperti Ayah”.
Mereka berdua sudah setengah jalan menuju warung. Melewati Pos Hansip yang dijaga oleh Hansipnya dalam mimpi. Hansip itu tertidur. “Huh! Bukanya berjaga malah tidur!” Andra mendesis pelan.
Warung tinggal berjarak lima meter lagi dari Andra dan Andre. Mereka berjalan semakin cepat. Bahkan Andra berlari-lari kecil. Lalu terlintas sesuatu di benak Andra. Andra berhenti dari larinya. Berbalik ke arah Andre yang masih berjalan santai di belakangnya. “Eh Ndre, gua punya ide” Andra berkata dengan wajah sumringah. Yakin bisa memenangkan satu es teh di warung nanti. “Apa idenya?” Andre menatap bingung. “Gini, gimana kalau kita balap lari dari sini sampai ke warung. Yang menang, nanti boleh di traktir es sama yang kalah. Gimana?”. “Ayo, siapa takut..” Andre menjawab semangat. Pertandingan pun dimulai. Mereka berdua bersiap di garis start. Menentukan awalan jogkok. Andra yang menghitung. “Satu…. Dua…… Tiga..!”. Andra langsung melesat, meninggalkan Andre yang berlari terengah-engah mengejar. Kalau sudah urusan olahraga, Andra jagonya. Dengan badan yang lumayan berisi itu jelas ia mempunyai tenaga yang besar. Sedangakn Andre berperawakan lebih kecil dari Andra. Jelas, tenaganya lebih kecil dibanding Andra.
Namun akal Andre cerdas. Ia melihat Andra sesekali sandalnya terlepas karna berlari di jalan berkerikil, licin. Lepas, cepat memakai kembali. Lepas, pakai lagi. Tiba-tiba, terlintas ide di kepala Andre. Di sebelah jalan kompleks yang sekarang mereka sedang lalui itu terdapat lapangan basket. Dasarnya cor-coran semen. Pasti tidak akan licin disitu. Andre langsung mengambil ancang-ancang untuk melompati parit yang memisahkan jalan dengan lapangan basket itu. “Hap!” Andre teah berada di pinggir lapangan basket itu. Benar saja, berlari di lapangan cor-oran semen lebih cepat dibanding di jalanan kerikil. Andre berlari hampir menyamai Andra yang sedari tadi sandalny selalu lepas.
Warung sudah terlihat di depan. Pintunya berada di sebelah kiri dari arah Andre dan Andre berlari. “Yes..!” mereka berdua berteriak bersamaan. Mereka berdua sampai bersama di halaman kiri warung tersebut. Mereka berdua masih terengah-engah. Lantas berjabat tangan, menyatakan pertandingan seri. Tak ada yang mentraktir es teh. Namun, hari ini mereka berdua rupanya tidak bertuah. “Sial!” Andra yang berjalan lebih dulu ke arah depan warung tersentak kaget. ‘Kenapa Ndra?” Andre bertanya bingung. “Kau lihat saja sendiri” Andra berkata kesal. Andre yang sedari tadi masih tertunduk memegang lutut, terengah-engah. Mulai berjalan ke arah depan warung. “Astaga!” Andre ikut tersentak. Pintu warung itu tertutup. Di pintunya terpampang sebuah kertas dengan tulisan acak-acakan. “Selama Liburan, warung tutup”. Andre masih tidak percaya, menatap penuh penyesalan. Kalaupun tadi Andra yang menang, percuma saja. Warung tutup. Tak berpenghuni. Tak akan ada yang mendapatkan traktiran es teh.
Andra sudah menjauh dari halaman depan warung itu. Menendang-nendang yang ada di sekitarnya. Benar kan? Andra tak bisa mengendalikan emosinya. Padahal tak ada gunanya iya menendang pohon, botol air mineral, ataupun pagar warung. Apakah setelah Andra melakukan tindakan bodoh itu warung akan ujug-ujug buka? Tidak bukan? Seharusnya ia, menerima dengan lapang dada, sabar, dan mencari solusi lain. Seperti pergi mencari warung lain, mencari tukang minuman es keliling, atau pulang ke rumah, mengendarai motor, lalu menuju ke toserba terdekat. Bukankah itu ide yang cemerlang? Jelas-jelas Toserba tidak tutup saat hari liburan seperti ini. Malah membuka lebar-lebar pintunya agar banyak pengunjung dapat masuk.
Namun, emosi telah merasuki otak, jiwa, dan raga Andra. Ia tak mampu berfikir rasional lagi. Tak ada satu akal pun yang lewat di benaknya sat ini. Yang ada hanyalah hasrat untuk melampiaskan emosi. Justru ide itu terlintas di fikiran Andre yang sedari tadi masih menatap pintu warung yang tutup. Namun tatapannya bukanlah tatapan kosong, bukan melamun. Ia terus berfikir. Mengoptimalkan kinerja otaknya untuk mencari solusi lain. Bukannya bersifat bodoh seperti           Andra yang hanya menuruti emosinya.
“Ndra, apa yang kau lakukan?” Andre bertanya sambil menoleh ke Andra yang masih sibuk dengan emosinya. “Sedang apa? lu gak lihat? gua lagi kesal!” ujar Andra sambil mengambil ancang-ancang. Hendak menendang kuat-kuat pohon mangga yang ada di depannya. “Buakkk...!!!!” “Aduh..!!” Andra kesakitan. Saat ia berhasil menendang kuat-kuat pohon mangga di depannya. Satu buah mangga muda yang lumayan besar ukurannya jatuh tepat di kepala Andra. Ia jatuh terduduk. Gurat wajahya masih melukiskan rasa sakitnya. Namun, rasa sakitnya lekas hilang.
“Ahh sial benar gua hari ini!” Andra bangun kembali sambil mengusap-usap kepalanya. “Ndra, bagaimana kalo kita ke minimart di sebelah kompleks saja” seru Andre bersemangat. “Ide bagus! Ayo cepat! Tenggorokanku sudah tak sabar lagi ingin di aliri satu botol minuman mangga dingin” ujar Andra sambil mengusap-usap tenggorokannya. Lantas langsung berjalan meninggalkan Andre. Andre segera mengimbangi derap langkah Andra yang cepat. 

Bersambung....

0 komentar:

Posting Komentar