Karya Alfa Yuditya Nugraha
“Pak
Ari, sudah dengar belum. Kata orang-orang, kemarin Andra dan Andre itu
diculik!” ujar Hansip kepada pak Ari. “Ah, masa? Orang kemarin waktu saya
pulang dari kantor, saya berpapasan dengan mereka” Pak Ari menjawab tidak
percaya. “Benar pak. Tapi, untungnya mereka berdua bisa lolos dari penculiknya.
Malah denger-denger, kalo mereka berdua gak lolos, mereka berdua mau dijual ke
luar negeri”. “Ih.. serem ya, tujuan penculikan jaman sekarang. Gak kayak dulu,
dulu mah culik, terus minta tebusan doang. Sekarang mah sampe dijual gitu” ujar
pak Ari sambil bergidik. “Tapi hebat pak, katanya keduanya meloloskan degan
cara yang berbeda. Yang nakal katanya langsung gulet sama penculiknya. Nah yang
pendiemnya katanya pake taktik jebakan buat ngelabuin penculik satunya”. “Wah,
hebat ya.. Yang satu ngandelin Otot, yanng satu lagi ngandelin otak. Emang
hebat kedua anak itu. Walaupun si Andra kadang-kadang nyebelin”.
Memang,
dua anak kembar laki-laki
dari keluarga Pak Boni dan Ibu Frea ini sifatnya berbeda hampir seratus delapan puluh derajat. Si Andra,
nakalnya minta ampun, pemberani, nekat. Ia sudah kebas dengan omelan Ibunya
ketika ia membantah atau hendak melakukan hal nekat. Yang satunya yaitu Andre,
sifatnya berbeda dengan Andra. Walaupun mereka diibaratkan bak pinang dibelah dua, namun sifatnya bagai Langit dan Bumi. Berbeda jauh.
Walaupun keduanya sama-sama pintar. Tetapi si Andre ini sifatnya pendiam,
penakut, dan penurut. Si Andra lebih sering menggunakan emosi, kenekatan, dan
keberaniannya dalam menghadapi suatu masalah. Tetapi berbeda dengan Andre, ia
lebih menggunaan akalnya. Berfikir dua kali sebelum mengambil keputusan dalam
menghadapi masalah.
Walaupun si Andra bandel dan susah diatur, ia tetap
menyangi kedua orang tuanya. Begitu juga adiknya, Andre ( Andra yang lahir
lebih dulu ). Ia tak segan-segan memukuli siapa saja yang berani macam-macam
dengan Andre. Sekalipun itu kakak kelasnya di SMP. Tak ada yang ditakuti oleh
Andra, kecuali Tuhan, dan Orang Tua. Sesekali Andre menahan agar kakaknya
memaafkan kelakuan teman Andre yang memukulinya karena tidak mau memberikan
uang jajan. Namun emosi Andra besar, ia tak gentar melangkah menuju gerombolan
kakak kelas di pojok kantin. Lantas berteriak siapa yang memukuli Andre.
Mengancam kalau tak ada yang mengaku. Baginya, luka lebam di balas lebam.
Ia sudah bosan dipanggil ke ruang BK. Dimarahi,
diceramahi, dinasehati, ia sudah kebas dengan semua itu. Semua guru tahu, bahwa
Andra adalah anak yang cerdas. Tetapi, ia tak bisa mengontrol emosinya. Pak
Boni dan Bu Frea juga sudah berkali-kali dipanggil kepalas sekolah tentang
pertengkaran Andra. Pak Boni hanya bisa meminta maaf atas kelakuan Andra. Ia
tak mungkin bisa merubah sifatnya yang keras kepala, susah dinasehati.
Dipindahkan di pesantren? Itu ide yang bagus. Namun Andra tetap bersikeras
untuk tetap bersekolah di SMP itu. Ia tak mau meninggalkan sekolah itu.
Terutama karena Andre. Ia berfikir bawa jika ia pindah sekolah dari SMP itu,
tak ada lagi yang bisa melindungi Andre. Bapak dan Ibu Guru di sekolah juga
sudah berjanji akan menjaga Andre dari kakak kelas yang kejam itu. Namun, Andra
tak gentar. Jawabannya selalu sama, “Andra gak mau dipindahkan ke sekolah
manapun, kecuali Andre ikut!”.
Walaupun sudah sering ia diberi surat peringatan Drop Out dari sekolah. Namun apa daya,
sekolah taak bisa melepas Andra. Ia anak yang berprestasi. Pernah waktu itu,
ketika Andra di Drop Out oleh kepala sekolah. Sehari setelah itu, pihak
sekolah datang ke rumah Andra untuk meminta ia bersekolah kembali. Minggu depan
ada Olimpiade Sains. Tak murid lain yang mampu menghadapi Olimpiade Itu. Bukan
karena semua murid di SMP itu bodoh. Tetapi, mental mereka tak kuat. Mereka tak
kuat saat duduk bersamaan dengan anak-anak dari sekolah lain yang mereka anggap
lebih pintar. Padahal, belum tentu mereka lebih pintar, bisa saja mereka lebih bodoh. Hanya Andra yang berani.
Ia terlihat lebih santai ketika sedang mengerjakan
soal Olimpiade Fisika yang setahun lalu ia ikuti. Persis di saat yang sama,
namun di kelas yang berbeda, teman-temannya yang mengikuti Olimpiade di bidang
lain, sedang stress berat. Keringat dingin keluar, grogi.
Andre juga pintar, namun ia sama dengan murid-murid
yang lain. Gerogi. Ia lebih sering diikutkan di lonba-lomba seni. Seperti,
membaca puisi, menyanyi, bermain musik, dan lain-lain yang berhubungan dengan
seni.
Begitu juga dengan kejadian hari minggu kemarin. Saat
minggu sore, Andra dan Andre sedang berjalan menuju warung. Jarak antara warung
dengan rumah mereka dekat. Jadi tak perlu mereka membawa sepeda atau motor,
apalagi mobil. Siang ini, suasana kompleks lengang, sepi. Maklumlah, hari pertama
liburan semester. Kebanyakan warga mudik ke kampung halaman, atau hanya pergi
refreshing sebentar, lantas pulang kembali.
Pak Boni dan Bu
Frea memutuskan untuk mudik pada hari ke empat. Perjalanan dari
Cianjur ke Medan memerlukan waktu yang cukup lama. Pak Boni masih
sibuk berkutat dengan angka-angka di bank tempatnya bekerja. Bertahan dengan regulasi yang ada. Pegawai bank tidak
libur selama liburan. Maka, Pak Boni memutuskan untuk mengambil cuti satu
minggu. Cuti itu dimulai di hari Rabu. Jadi, masih ada waktu tiga hari bagi
Andra dan Andre untuk bermain di kompleks ini. Tapi apadaya, semua teman Andra
dan Andre sudah pergi mudik duluan. Tak ada yang bisa diajak bermain. Jadi saja
mereka berdua memutuskan untuk pergi jajan sebentar. Andra merasa penat setelah
berkutat dengan buku-buku hitung menghitung tingkat SMP. Matematika. Pak Boni
Ayah mereka menyuruh mereka rajin berlatih menghitung, supaya kelak jika mereka
besar bisa menjadi Pegawai Bank seperti Ayah Mereka.
Bersambung....
Ditunggu kelanjutanya,,,heheheh
BalasHapus