Sambungan dari bagian ke-2
Karya Alfa Yuditya Nugraha
Di
lapangan yang tadi mereka lewati, ada beberapa anak setara SMA sedang bermain
basket. Andra kenal dengan salah satunya. Anak itu melambaikan tangannya ke
Andra. Andra membalasnya dengan anggukan dan senyuman tipis. Ia sudah tak sabar
dengan minuman mangga yang diinginkannya.
Mereka
berdua berlari. Sebenarnya hanya Andre yang sungguhan berlari. Andra hanya
berlari kecil. Kadang jalan cepat. Mereka berdua sudah melewati pos hansip
kembali. Hansipnya masih tertidur pulas dengan suara berisik radionya yang lupa
dimatikan.
Rumah
mereka sudah terlihat di ujung jalan. Rumahnya sederhana, luas. Namun tak
bertingkat. Namun, ada yang menghentikan langkah Andra saat tinggal beberapa
langkah lagi dari rumah. Menatap takzim ke atas pepohonan magga milik Bu Siti.
Andre yang sedari tadi ditinggal oleh Andra baru menyusul. Terengah-engah.
“Ndre,
lihat itu!” ujar Andra sambil menunjuk ke atas pohon.
“Lihat
Apa?” Andre menatap bingung, sambil berusaha mengatur napasnya yang tersengal.
“Itu tuh! Mangganya sudah mateng-mateng!”. “Oh, itu. Emang udah banyak yang
mateng. Bu Siti kan selalu menjaga dan merawat pohon mangga yang lumayan besar
ini Ndra. Emang kamu mau ngapain? Nyolong?”. “Sembarangan! gua gak nyolong. Cuma ingin meminta satu. Lu mau gak? Kalau lu
mau, nanti gua ambilin satu” ujar Andra smabil menatap buah mangga yang paling
matang.
“Aku
nggak mau ah. Itu kan punya Bu Siti. Kasian kalau kita ambil. Bu Siti yang
ngerawat tiap hari, malah diambil sama kita”. “Makannya kita minta ijin dulu”.
“Ijin ke sapa? Bu Siti sudah mudik kemarin”. “Gampang, gini caranya. Bu Siti...
Minta mangganya ya...?? Boleh nggak??” teriak Andra ke rumah Bu Siti. “Boleh..”
Andra lagsung cepat-cepat merubah karakter suaranya menjadi seorang ibu-ibu.
Andre
hanya menggerutu, kesal dengan kelakuan saudara kembarnya. Andra dengan penuh
semangat memanjat satu demi satu per satu dahan pohon mangga yang kuat. Hingga
akhirnya ia sampai di dahan yang di atasnya tergantung beberapa mangga yang
ranum. Ia memetik dengan hati-hati satu mangga yang paling ranum diantara
mangga yang lainnya. Lalu, ia menoleh ke bawah. “Andre.. lu bener gak mau..??
Mangganya udah pada mateng loh..???” teriak Andra menggoda. “Nggak ah! Buat
kamu aja....!”. “Yasudah..” desis Andra sambil berpegangan ke dahan yang lebh
rendah untuk turun.
Namun,
saat kaki Andra ingin berpijak di salah satu dahan yang lumayan besar. Kakinya
terpeleset. Dengan sigap, tangannya menggenggam satu dahan yang paling kuat di
atas. Jadilah Andra bergelantungan bak simpanse di pohon mangga itu. “Plung...”
beberapa mangga muda yang jatuh akibat guncangan Andra tercebur ke selokan di
bawah.
Suara
berisik tadi cukup untuk membangunkan Hansip yang semenjak pagi tadi hanya
tidur. Hansip itu terkaget. Ia langsung beranjak dari pos rondanya sambil
mengucek-gucek matanya. Belum sempat ia berjalan, Hansip itu melihat Andre
sedang berdiri sambil menatap ke atas di depan rumah Bu Siti. Hansip itu
mengamati lamat-lamat. Tiba-tiba, ada suara berisik gesekan dedaunan. Dan Andra
terlihat meloncat dari pohon mangga itu sambil menggenggam satu buah mangga di
tangannya. “Hah, ternyata cuman bocah! Dikira ada maling!” dengus maling itu.
Ia masih setengah sadar, nyawanya belum terkumpul sejak ia bangun tadi. Padahal
jelas-jelas Bocah yang mengambil mangga tanpa ijin itu adalah maling bukan?
Tanpa
perasaan khawatir, Hansip itu kembali merebahkan tubuhnya di tikar yang digelar
di pos ronda. Dalam hitungan detik, ia sudah tertidur kembali.
Andra
yang sudah berhasil mendapatkan mangga yang paling ranum itu tersenyum penuh
kemenangan. “Harusnya kau merasa berdosa Ndra telah mecuri mangga orang” desis
Andre sambil menendang botol air mineral.”Mencuri?? gua udah minta ijin kan?”
ujar Andra sambil matanya terus memperhatikan mangga yang digenggamnya. “Tadi
kan cuma akal-akalanmu saja.”. “Ndre, lagipula, gua kan bisa ijin setelah
orangnya pulang”. “Ah sudahlah terserah kamu!”.
Andra
dan Andre sudah masuk di halaman depan
rumah mereka. Andra langsung melempar sandal sembarangan, lantas lari ke dapur
mengambil pisau. Andre dengan rapih melepas dan menyusun sandalnya. Duduk
lesehan di teras rumah. Beberapa detik kemudian, Andra keluar dari dalam rumah
dengan piasu tajam dan pring di tangannya. Lalu duduk di sebelah Andre.
Andra
mengupas buah mangga yang ada di tangannya. Satu potong masuk ke mulutnya.
Sesekali ia bergumam “Hmmm... Lezat” untuk menggoda Andre. Yang digoda hanya
cuek tidak memperhatikan. Sedari tadi Andre sedang berkutat dengan smartphonenya.
Membalas beberapa pesan singkat dari temannya. “Bener nih ngga mau? Tinggal
sepotong nih” Andra lebih giat menggoda Andre. Andre yang masih sibuk dengan
telepon genggamnya tersentak. “Eh, nggak. Kan dari tadi aku udah bilang gak
mau..!” Andre sedikit membentak, lalu kembali memandang ke layar 4.7 inci
smartphonenya. “Ya sudah..” dengus Andra sambil memasukkan potongan terakhir ke
mulutnya. “Hmmm.. kenyang..” ujar Andre sambil mengusap-usap perutnya.
“Udah
makannya?” Andre bertanya sebal. “Udah donk” jawab Andra sambil mengusap-usap
sisa mangga di sekitar mulutnya. “Kalo udah, anterin aku ke minimart depan
dong!”. “Lu bisa naik motor sendiri kan? Sendiri aja”. “Kalo motor bebk punya
Ayah bisa. Tapi kan motornya lagi di bawa. Tinggal motor ninjanya paman. Aku ga
bisa makenya”. “Hah, makannya belajar. Yaudah aku anterin” dengus Andra sambil
membawa piring dan pisau yang tadi ia bawa ke dapur.
Tak
lama kemudian, Andra sudah kembali dengan kunci motor Ninja milik paman. Om
Ramon, paman mereka adalah seorang pemilik toko otomotif. Walaupun
Bersambung....
0 komentar:
Posting Komentar